Selamat Datang (tinggal)!


Selamat tinggal.

Orang yang selama ini saya panggil kakak.
Yang ketika kanak-kanak menjadi kawan bertengkar nomor satu.
Yang menjadi tonggak saya untuk selalu berbeda dengan dia.

Saya tidak pernah mau serupa dengan kamu. Bahkan dari ingatan paling awal yang masih menempel di kepalaku. Kalau rambutmu panjang, saya mau yang pendek. Kalau kamu pakai rok, saya pakai celana pendek. Kalau kamu tak suka main keluar rumah, saya hobinya kelayapan main petak umpet. Kalau kamu pilih bergenit ria kala remaja, saya cukup tomboy saja.

Warisan terbesar kamu untuk saya, Cuma selera musik yang bagus. Saya akui itu. Selebihnya saya tidak pernah mau dibandingkan, apalagi disamakan dengan kamu. Saya adalah saya. Kamu adalah kamu.

Masih ingat kebiasaan pulang malam kita berdua? Kamu main, bolos sekolah, dan jadi anak gaul di sekolah. Saya sibuk pramuka dan paskibra.

Kalau malam hari kamu belum pulang, mereka akan khawatir dan bertanya-tanya. Kemana dia? Padahal sebelum berangkat kamu sudah izin pada mereka.
Kalau malam hari saya belum pulang, saya akan menelepon mereka dan bilang “hari ini saya berangkat naik gunung. Tidak pulang sampai besok”. Sudah, habis perkara. Tidak ada pertanyaan lain lagi.
Kasih sayang mereka berbeda pada kita. Saya menyadari, dan mensyukuri itu.

Saya tidak pernah merasa sayang sama kamu, sungguh. Karena ketika ada kamu, kamu selalu jadi nomor satu, saya yang jadi nomor dua, seperti nama kita. Saya tidak pernah memenangkan hati mereka, sekeras apapun saya berusaha. Yang dibicarakan kepada semua orang, kamu. Yang dibanggakan kepada semua orang, kamu. Yang diingat kala kesenangan datang pada mereka, kamu. Saya cuma “iya, dia kemarin menang lomba”, “iya, kemarin dia juara kelas”. Kemudian obrolan kembali ke seputar kamu. Saya tidak cemburu. Saya hanya jadi merasa kebal. Saya berjanji tidak akan pernah peduli sama kamu.

Kamu selalu mau menang sendiri. Kemudian kamu menang.
Saya selalu mau menang sendiri. Kemudian saya yang menangis sendirian.
Kamu tidak pernah mau dibantah. Kemudian dituruti.
Saya tidak pernah mau dibantah. Kemudian saya yang menyendiri.

Ini perasaan saya. Saya tidak benci kamu, juga tidak sayang kamu. Saya tidak pernah kalah berdebat dengan teman-teman saya. Tapi kemudian menciut ketika kamu mulai merengut. Saya tidak sayang kamu, tapi kamu selalu bisa membuat saya mengalah.

Saya tidak pernah suka ada orang yang bilang “wajah kalian sangat mirip. Serupa anak kembar!”. Tidak, kami tidak sama. Kamu lebih cantik. Jauh lebih cantik. Maka saya akan membantah “kami tidak sama, coba saja lihat aslinya”.

Masih terekam dengan jelas ketika ibu bicara “Bapak sakit karena banyak pikiran”. Karena tidak ada riwayat penyakit serius di keluarganya. Ketika gula darah bapak naik, ketika dia selalu mengeluh badannya sakit, ketika dia keseleo tapi tidak sembuh-sembuh meskipun ke seribu tukang urut. Ah itu pasti karena kamu.

Ketika ibu mulai sering menangis, ketika tekanan darahnya tak kunjung turun meski minum seratus obat. Lagi-lagi ini pasti karena kamu.

Kamu tahu itu ngga? Menyadari itu ngga?

Saya ngga mau meneteskan air mata untuk orang yang membuat ibu bapak saya menderita.
Percuma dulu disekolahkan baik-baik. Dikirim ke madrasah untuk belajar ilmu tauhid dan akidah kalau akhirnya hanya membuat hati orangtua terluka.

Tapi saya tidak bisa. Semalam tadi tidak ada yang tidur dirumah. Masing-masing dengan kegiatannya sendiri, tetapi dengan pikiran yang sama. Kamu. Saya menangis tadi malam, tadi pagi, juga malam ini. Menangisi kebodohan kamu.

Sebodoh itukah kamu? Iya, kamu bodoh. Idiot.
Sudah sepuluh tahun hatimu berkarat. Dirasuki racun oleh orang yang mengaku cinta kamu. Kamu yang cinta dia, bukan dia yang cinta kamu. Cinta itu pengorbanan bukan? Kalau kamu terus yang berkorban, kemudian apakah ia mencintai kamu? Tidak. Dia hanya mencintai kebodohan kamu. Menukar akal sehatmu dengan impian domba-domba tersesat.

Kamu mungkin akan bahagia. Saya doakan kamu bahagia. Tapi apakah kamu bisa bahagia kalau kedua orang tua yang membesarkanmu menderita? Kalau kamu sudah benar-benar kehilangan akal sehatmu. Silakan menjadi gila sendirian. Kelak di hari perhitungan nanti, jangan minta bapak, ibu, dan saya untuk menolong kamu. Minta tolonglah pada orang yang katanya mencintai kamu. Apakah dia bisa menolongmu? Saya yakin tidak. Karena dia sendiri pasti kesulitan.

Sungguh saya menyesal. Melihat amalan soleh bapak. Mengingat amalan soleh ibu. Kemudian bisa tiba-tiba sirna oleh seorang kamu yang hatinya diliputi paku. Kamu bodoh. Idiot.

Kalau kamu sudah membuat keputusan yang akan kamu sesali seumur hidup itu, jangan beritahu kami kabar kamu lagi ya. Itu hanya akan membuat hati kami semakin terluka dalam.

Kamu masih punya pilihan. Kami dan keluarga besar kita, atau dia dan para sekutunya. Masih ada pilihan. Masih ada waktu. Kamu cantik, teramat bodoh kalau hidupmu dihabiskan untuk orang yang tidak mencintai kamu.

Saya tidak sayang kamu. Tapi itu bohong.

--
Adikmu


Something in me was dying
And my heart was heavy as stone
Hard as i was trying
I never could find, find my way home

And your voice came out of nowhere
Be my friend and give me your hand
Let's take off together
And then we can live wherever we land

Something in me was broken
And my thoughts were bitter and ill
My world was blown open
And I couldn’t see and i couldn’t feel
You said be yourself and think of me
And you'll know there's nothing to fear
Let's make plans together
It's time to move on and get out of here

Girl i need you
Don’t know what I would do
Will you see the story through
It's a cruel world
And I need somewhere to hide
But time goes by
And your still on my side

Something in me was sinking
Cause my heart was heavy as stone
I gave up with thinking
I never would find, find my way home
And your voice came out of nowhere
Be my friend and give me your hand
Let's take off together
And then we can live wherever we land

Girl i need you
Don’t know what i would do
Will you see the story through
It's a cruel world
And i need somewhere to hide
The time goes by and your still on my side

Waiting
Searching
Turning over
Running round in circles
And i've worn myself out
Hoping that we'll always be together

Comments

  1. Aku hanya lewat. Cukup menjadi sekelebat orang yang lewat di depan mu. Maaf apabila selama ini tak memberi arti apa-apa. Aku hanya dapat mengingat untuk mendoakan mu dan keluarga, sebagaimana aku juga mendoakan yang lain akan kebaikan dan perlindungan-NYA.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts